Peran Etnis Tionghoa dalam Perfilman Era Hindia Belanda Tahun 1926-1942

  • Adam Kurniawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas IVET, Indonesia
  • Eko Heri Widiastuti Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas IVET, Indonesia
  • Zusrotin Zusrotin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas IVET, Indonesia

Abstract

Pada awal abad ke-20, teknologi Cinematographe masuk ke Hindia Belanda untuk pertama kalinya. Di awal kehadirannya, pertunjukan Film belum mengalami perkembangan yang signifikan. Namun, di tahun 1926 menjadi awal dari kebangkitan pertunjukan Film dengan dibuatnya Film cerita dalam negeri pertama. Berikutnya, Film-Film dalam negeri terus bermunculan, hal ini tak lepas dari andil para orang-orang Tionghoa yang mayoritas dari mereka menggeluti bisnis perfilman di Hindia Belanda. Tujuan penelitian ini adalah ; (1) Mendeskripsikan perkembangan dunia perfilman di Hindia Belanda dari tahun 1900-1942, (2) Mendeskripsikan peranan etnis Tionghoa dalam dunia perfilman era Hindia Belanda periode 1926 hingga 1942. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pendekatan historis yang mana dilakukannya empat langkah penelitian, yaitu heuristic, kritik, interpretasi, dan historiografi.  Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam metode kualitatif ini menjadikan peneliti sebagai instrumen pengumpul data. Peneliti juga menggunakan teknik analsis data interaktif dari Miles dan Huberman yang mana peneliti melakukan, (1) Pengumpulan data, (2) Reduksi data, (3) Penyajian data, dan (4) Penarikan kesimpulan. Dari hasil penelitian ini, peneliti dapat disimpulkan beberapa hal, (1) Sejarah perkembangan film di Hindia Belanda dari tahun 1900 hingga akhir masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1942 tak lepas dari berkembangnya Politik Etis yang diterapkan pemerintahan Koloni, (2) Peran Pemerintahan Hindia Belanda yang membuat kebijakan film dengan mendirikan Komisi Sensor dengan tujuannya adalah untuk menghilangkan citra negatif orang-orang Barat yang dipertontonkan di film, (3) Peran Etnis Tionghoa yang menjadi media penghubung bagi dunia hiburan di Nusantara, khususnya bagi masyarakat Pribumi yang kala itu mayoritas adalah masyarakat golongan menengah ke bawah.


At the beginning of the 20th century, Cinematographe technology entered the Dutch East Indies for the first time. At the beginning of its existence, film have not experienced significant development. However, 1926 marked the beginning of the revival of film with the first domestic story film. Afterwards, domestic films continue to appear, this not could be separated from the contribution of the Chinese People, the majority of whom were involved in the film business in the Dutch East Indies. The purpose of this research is ; (1) To describe the development of the film industry in Dutch East Indies from 1900 until 1942, (2) To describe the role of Chinese Ethnic in the film industry in Dutch East Indies era from 1926 to 1942. This research uses a qualitative method with historical approach in which four research steps are carried out, namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. The data collection technique are used in this qualitative method makes the researcher will be as a data instrument collector. The researcher also uses an interactive data analysis technique from Miles and Huberman, which the researcher performs, (1) Data collection, (2) Data reduction, (3) Data presentation, and (4) conclusion drawing. The results of this study, researcher can conclude several things ; (1) A film development story in Dutch East Indies from 1900 until the end of the reign of Dutch East Indies in 1942 cannot be separated from the Ethical Policy development as implemented by the Colonial Government, (2) The role of Dutch East Indies Government was to make film policy by establishing a Censorship Commission with the aim of eliminating the negative image of Western People shown in film, (3) The role of Chinese Ethnic who became a media liaison for the entertainment world in Nusantara, especially for the indigenous people, because that time they were majority the lower middle class people.

References

Amura, Haji (1989). Perfilman di Indonesia Era Orde Baru. Jakarta : LKMII.
Arief, M. Sarief . (2009). Politik Film di Hindia Belanda. Depok : Komunitas Bambu.
Biran, M. Yusa. (2009). Sejarah Film 1900-1950 Bikin Film di Jawa. Depok :Komunitas Bambu.
Bogdan, R.C. & Biklen, K.S. (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Allyn and Bacon.Inc.: Boston London.
Daliman, A. (2018). Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta : Ombak.
Desyandi, A. Yendi. (2015). Dari Loetoeng Kasaroeng ke 1001 Malam (Perkembangan Perfilman di Hindia Belanda 1926-1942). Skripsi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Gottschalk, Louis. (1985). Mengerti Sejarah. Depok : Universitas Indonesia.
Miles, Mathew B., dan A. Michael Huberman. (1994). An Expanded Sourcebook:Qualitative Data Analysis. London : Sage Publications.
Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Simanjuntak, P. Franto. (2009). Seks Dalam Film Indonesia, 1970-1996 :Bumbu Film Indonesia. Skripsi. Depok : Jurusan Studi Sejarah Universitas Indonesia.
Tjasmadi, M. Johan. (2008). 100 Tahun Bioskop di Indonesia. Jakarta : PT. Megindo Tunggal Sejahtera.
Published
2022-05-19
How to Cite
KURNIAWAN, Adam; WIDIASTUTI, Eko Heri; ZUSROTIN, Zusrotin. Peran Etnis Tionghoa dalam Perfilman Era Hindia Belanda Tahun 1926-1942. Historica, [S.l.], v. 2, n. 2, p. 6-11, may 2022. ISSN 2715-5773. Available at: <https://e-journal.ivet.ac.id/index.php/historica/article/view/2118>. Date accessed: 03 dec. 2024.